Sunrise hadir dalam embusan sejuknya angin lewat, tertutupi kabut hitam pekat, bersamaan turun dalam iringan mendung dan gerimis. Tak ada langit yang biru apalagi mentari yang menjalar gemulai dengan indahnya, yang ada hanyalah percikan petir berlanjutkan guntur.
Seorang
gadis dengan rambut panjangnya yang bewarna biru berjalan santai melewati
teman-temannya yang telah berbaris rapi. Hari ini ia resmi menjadi mahasiswa
baru jurusan psikologi. Dia Daisy, si pecinta permen atau yang sering disebut candy addicted. Sorot matanya yang tajam
membuat siapa saja yang menatapnya menjadi sungkan. Daisy tidak memperdulikan
rintik hujan yang membasahi pakaiannya, pun ia tidak mau tahu bagaimana
tanggapan serta tatapan orang lain. Namun, pagi ini seseorang berani
mengusiknya.
“Gak
lihat ya teman-teman kamu udah pada ngumpul? Mahasiswa baru tapi udah telat,
mau dihukum?” tegas Hani. Ia merupakan salah satu senior yang disegani oleh
mahasiswa psikologi dan kebetulan menjadi pemandu kelompok Daisy.
“Santai
aja kali, lagi hujan gabisa jalan cepat,” ujar Daisy santai. Teman-teman Daisy
yang lain saat mendengar itu menjadi was-was. Hal itu dikarenakan banyak
terdapat senior yang lain di sana.
“Berani
banget ya kamu, maju ke depan!” geram Hani. Senior-senior yang lain pun heran
dengan tingkah Daisy. Mereka melihat Daisy dengan remeh dan jengkel karena
belum pernah ada yang membantah Hani sebelumnya.
“Berani
lah masa enggak,” ujar Daisy. Daisy maju ke depan dengan penampilannya yang
acak-acakan dan mengunyah permen rasa buah plum. Sedangkan di ujung lapangan,
seorang laki-laki tersenyum melihat tingkah Daisy.
“Untuk
yang lain silahkan istirahat, kamu di sini dulu hormat selama satu jam,” ujar
Hani. Daisy berdecak kesal dan terpaksa untuk melakukan hal yang tidak ia
sukai. Sementara Daisy melakukan sikap hormat, Hani dipanggil oleh laki-laki
yang dari awal memperhatikan Daisy, ia adalah Arkan senior paling populer di
jurusan Psikologi. Arkan adalah mahasiswa berprestasi yang terkenal sangat
disiplin.
“Ini
biar aku yang beresin,” ujar Arkan.
“Tapi
Ar, sekarang aku yang bertugas di kelompok ini,” sanggah Hani.
“Udah
kamu tenang aja, istirahat dulu sana,” ucap Arkan bersikeras.
Di
tengah lapangan, tubuh Daisy basah kuyup karena hujan semakin lebat. Hukuman
yang dijalaninya belum sampai satu jam, akan tetapi Daisy sudah merasa sangat
kedinginan. Daisy melihat sekeliling, tidak ada senior yang memperhatikannya. Sial, batin Daisy kenapa ia tiba-tiba
menjadi bodoh dan menuruti perkataan seniornya itu. Daisy lalu berjalan
meninggalkan lapangan, persetan dengan hukuman apapun itu. Namun langkahnya
terhenti ketika Arkan berbagi payung dengannya. Bola mata Daisy membulat ketika
pandangannya bertemu dengan binar mata Arkan yang cemerlang.
“Lain
kali bawa payung,” ucap Arkan.
“Baik
kak, terima kasih.”
Arkan
membawa Daisy ke gazebo untuk berteduh. Daisy merasa sangat canggung berada
dekat dengan Arkan. Sikap santai dan cuek Daisy runtuh saat berdekatan dengan
Arkan. Entah sihir apa yang dimiliki oleh Arkan. Namun, hal itu menjadi hal
manis pertama kali dalam hidup Daisy selain permen.
“Nama
kamu siapa?” tanya Arkan.
“Daisy
Carissa kak,” jawab Daisy.
“Kamu
tahu siapa saya?” tanya Arkan kembali yang dijawab Daisy dengan anggukan
canggung. Arkan tersenyum tipis. Daisy tidak tahu harus berbuat apa, sedangkan
dingin semakin menyeruak sampai ke tulang-tulangnya. Tanpa sadar Daisy
menggerutukkan gigi dan memeluk lengannya sendiri. Melihat hal itu, Arkan
segera melepas jaket abu-abu yang ia pakai dan memasangkannya kepada Daisy.
Sontak hal itu membuat wajah Daisy merona merah. Lalu Arkan memasangkan
earphone ke telinga Daisy agar membuat Daisy lebih tenang.
Tanpa
sadar, Hani memperhatikan mereka berdua. Hani mengepalkan tangannya kuat hingga
terlihat buku-buku tangannya. Sudah satu tahun Hani mengincar Arkan, namun
perlakuan yang diberikan Arkan kepadanya sangat berbeda dengan perlakuan Arkan
kepada Daisy si mahasiswi baru.
Setelah
hujan reda, Daisy kembali ke kelas. Namun sebelum itu ia memberikan satu kotak
permen kepada Arkan sebagai balasan karena telah baik kepadanya. Hal itu
diterima baik oleh Arkan dan membiarkan Daisy membawa jaketnya. Saat berjalan
menuju kelas, Daisy dihadang oleh Hani. Namun kali ini Hani tidak sendiri, Hani
membawa teman-temannya yaitu Sita, Dewi dan Shasa. Mereka merupakan perkumpulan
cewek-cewek popoler di jurusan psikologi.
“Anak
baru berani-beraninya ya deketin Arkan,” ujar Dewi.
“Gayanya
belagu banget lagi,” sinis Shasa.
Daisy
hanya tersenyum. Bukan hal yang baru bagi Daisy menemukan senior yang seperti
itu. Semenjak sekolah menengah Daisy sudah mengalami hal yang serupa, jadi hal
itu sudah menjadi makanannya.
“Udah
deh, jangan berharap kamu bisa sama Arkan,” ujar Hani.
“Memangnya
kak Arkan pacar kakak?” sanggah Daisy yang membuat Hani terdiam. Semua orang
tahu bahwa Hani dan Arkan tidak mempunyai hubungan apa-apa. Merasa kalah, Hani
dan teman-temannya lalu meninggalkan Daisy kesal.
“Aneh
banget,” ujar Daisy.
Satu
minggu berlalu, Daisy dan teman-temannya resmi menjadi mahasiswa psikologi.
Namun Daisy sudah dikenal oleh teman-temannya dan para senior karena kejadian
ketika ospek. Hari demi hari Daisy lalui dengan santai, namun ia belum melihat
Arkan semenjak hari terakhir mereka di gazebo. Daisy sudah lama ingin
mengembalikan jaket Arkan, namun ia tidak melihat pria itu. Daisy akhirnya
memberanikan diri untuk bertanya kepada Joshua, salah satu sahabat Arkan.
“Kak
Josh, tahu kemana kak Arkan?” tanya Daisy.
“Maaf
Daisy, aku gatau dimana Arkan sekarang, tapi kabarnya dia izin satu minggu
dikarenakan Ayahnya sakit,” jawab Joshua.
Mendengar
hal tersebut membuat Daisy merasa sedih. Daisy tidak tahu kenapa tiba-tiba
persaannya campur aduk kalau menyangkut Arkan. Hal kecil yang dilakukan oleh
Arkan telah membuat Daisy si gadis es telah mencair. Penampilan Daisy juga
telah berubah menjadi lebih rapi, dengan rambut yang kembali bewarna hitam.
Banyak teman-teman Daisy yang menunjukkan rasa sukanya terang-terangan kepada
Daisy, namun Daisy tidak pernah menggubrisnya.
Hani
dan teman-temannya masih melihat Daisy sinis, namun hal itu tidak pernah
ditanggapi oleh Daisy sehingga mereka capek sendiri dan berhenti. Daisy terus
mencari kabar keberadaan Arkan, namun tidak ada satupun yang tahu. Satu minggu
yang dikatakan oleh Joshua berubah menjadi satu bulan. Daisy merasa harapannya
untuk sekadar bertemu kembali dengan Arkan pupus. Sangat aneh karena pihak
kampus juga merahasiakan keberadaan Arkan.
---
Setelah
mengerjakan tugas kelompok, Daisy pulang awal karena ditelpon oleh Ayahnya.
Sampainya di rumah, Daisy segera bersiap dan berdandan serapi mungkin sesuai
dengan perintah Ayah dan Ibunya. Ibu Daisy tersenyum bahagia melihat anak
gadisnya itu telah dewasa serta cantik seperti dirinya muda.
“Kita
mau kemana ma, pa?” tanya Daisy ketika dalam perjalanan.
“Udah
kamu ikut aja, nanti juga tahu,” ujar Ibu Daisy.
“Daisy
ga dijual kan ma, pa?” tanya Daisy polos.
“Ya
ampun Daisy, ya enggaklah…, kita mau ketemu sahabat papa, dia baru pulang dari
luar negeri,” ujar Ayah Daisy.
Daisy
menghembuskan nafasnya kasar lalu memakan permennya yang ketiga. Kali ini rasa
strawberry. Daisy agak curiga dengan sikap orangtuanya yang tib-tiba saja
seperti itu. Namun, tidak mau berpikir berlebihan, Daisy memilih untuk
mendengarkan musik dan merebahkan tubuh.
“Daisy
bangun, kita udah sampai,” ujar Ibu Daisy. Dengan mata yang berat, Daisy
melihat ke luar. Terpampanglah rumah megah yang tak kalah dengan rumahnya. Daisy
mengikuti orangtuanya untuk masuk. Di dalam, orangtua Daisy langsung disambut
oleh pemilik rumah yang Daisy ketahui adalah sahabat Ayahnya. Daisy merasa agak
familiar dengan sahabat Ayahnya itu. Namun Daisy tidak dapat mengingatnya
dengan jelas. Mereka akhirnya duduk di meja makan yang megah.
“Daisy
ingat tante sama om ga?” ujar pemilik rumah tersebut.
“Hmm,
engga ingat om, tante,” jawab Daisy ragu.
“Maklum
aja Rin, waktu itu Daisy masih kecil,” ujar Ibu Daisy.
Daisy
berpikir dengan keras, ingatannya melayang kepada belasan tahun yang lalu.
Dimana pada saat itu ia bermain ayunan bersama seorang anak laki-laki yang
merupakan tetangganya. Samar-samar wajah tante Rina dan om Agung tergambar
jelas di wajahnya. Secepat kilat fokus Daisy kembali. Pupil mata Daisy melebar
dan Daisy menutup mulutnya rapat karena baru ingat.
“Astaga,
Om Agung dan Tante Rina, maafin aku om, tante…,” desis Daisy.
“Om
Agung baru pulang dari luar negeri untuk pengobatan selama satu bulan,” ujar
Ayah Daisy.
“Sekarang
sudah sembuh om?” tanya Daisy.
“Sudah
lebih baik Daisy, ini juga berkat anak om yang mengurusi semuanya,” ujar om
Agung.
Mereka
semua bercengkrama dan sama-sama mengingat masa-masa di saat mereka menjadi
tetangga. “Kalau sama anak tante masih inget dong?” ujar tante Rina. Daisy
terdiam dan mengingat sahabat kecilnya itu. Daisy memanggilnya Totoro, karena
sahabat kecilnya itu gemuk dan lebih tinggi daripada Daisy. “Ingat tante,
Totoro kan?” ujar Daisy polos.
Sontak
semuanya tertawa. “Totoro sahabat kecil kamu itu, namanya Arkan Arya Delaga
sayang,” ucap tante Rina. Sontak mendengar hal itu hampir membuat Daisy
melompat dari kursinya. Daisy sangat terkejut. Totoro sahabat kecilnya itu,
kenapa bernama Arkan? Sangat persis dengan nama seniornya. Orang yang ia cari
selama satu bulan ini.
“Halo
Daisy, lama ga ketemu,” ujar seseorang dari arah belakang. Mendengar suara
tersebut Daisy menoleh dan mendapati Arkan. Benar-benar Arkan, senior yang
memayungi dan meminjamkan jaket kepadanya. “Totoro?! Astaga kamu beneran Totoro?”
tanya Daisy. Arkan tersenyum dan mengacak-acak rambut Daisy. “Kamu tumbuh
dengan baik dan sedikit nakal,” ujar Arkan. Hal itu membuat Daisy tidak
bergeming, apalagi orangtua mereka melihatnya dengan gemas pula.
Setelah
makan malam, Daisy dan Arkan melanjutkan canda tawa. Sedangkan orangtua mereka
semakin senang karena kedua bocah yang sudah dewasa itu telah mereka jodohkan
semenjak bayi. “Kurangi makan permennya,” ujar Arkan sambil mencubit hidung
Daisy. “Heh Totoro, dulu waktu kecil kamu yang ngasih aku satu kotak permen
sebelum kamu pindah rumah,” jawab Daisy tidak mau disalahkan. Sejauh apapaun
Totoronya Daisy pergi, namun ia kembali juga. Tanpa mereka sadar, takdir membawa
mereka dalam kebahagiaan.
Komentar
Posting Komentar