PUISI: Rumah....

 



Rumah Kayu Seberang Sungai

Masih kuingat dengan jelas, wajah-wajah lugu tanpa dosa

Aku, kakak dan abang

Aku suka mengikuti Ibu memetik cabai

Langkah-langkah kecilku kerapkali tertinggal darinya

Masih kuingat dengan jelas, Ayah membajak sawah dengan kerbau

Butiran peluh membanjiri wajahnya yang mulai keriput

Bermandi keringat dalam mencari sesuap nasi

 

Masih kuingat dengan jelas, abangku yang menombak ikan dengan gagah

Menyeringai walaupun giginya tidak rata

Wajahnya dipenuhi rona bahagia

 

Masih kuingat, kakak yang diantar Ayah ke sekolah

Aku yang melambaikan tangan duduk di tepi sungai, menunggu Ayah pulang

Masih kuingat dengan jelas, saat pertama kali aku diajak ke pasar oleh Ibu

Aku merengek minta dibelikan balon, sampai tidak mau pergi sebelum mendapatkannya

Masih kuingat dengan jelas, nasi dan kerak yang kerapkali kita makan dengan sayur bunga pepaya

Terasa nikmat ketika aku, kakak dan abang berebutan

 

Masih kuingat dengan jelas, hidung kami hitam di pagi hari karena lampu berbahan minyak tanah

Kebulan asapnya tidak terhingga, namun cukup untuk menerangi kami satu keluarga

Belum ada listrik, dan setiap malam Ayah akan bercerita sebelum kami tidur

Membuat berbagai bentuk bayangan dengan bias cahaya di dinding

 

Masih kuingat dengan jelas, aku dan kakak yang suka menangkap capung

Bermain panas-panasan sampai kulit kami gosong, setelahnya akan terlihat gigi-gigi putih kami saja

Masih kuingat dengan jelas, jika dulu disana rumah kami kayu di seberang sungai

Menyimpan banyak kenangan yang kini bertengger di ruang nostalgiaku setiap malam

Mengingatkan masa-masa kecil yang begitu menyenangkan

 

Memberikan arti yang begitu mendalam, mendera di dalam kalbu

Kini, hanya tinggal bayangan yang masih kuingat dengan jelas

Setiap detiknya kenangan bersama keluarga selalu kurindukan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menurunkan Ekspektasi

Sapa Kembali Pada Bulan

Clay dan Surat Dari Eduardo - Part 1