Rumah Kayu Seberang Sungai
Masih kuingat dengan jelas,
wajah-wajah lugu tanpa dosa
Aku, kakak dan abang
Aku suka mengikuti Ibu memetik
cabai
Langkah-langkah kecilku kerapkali
tertinggal darinya
Masih kuingat dengan jelas, Ayah
membajak sawah dengan kerbau
Butiran peluh membanjiri wajahnya
yang mulai keriput
Bermandi keringat dalam mencari
sesuap nasi
Masih kuingat dengan jelas,
abangku yang menombak ikan dengan gagah
Menyeringai walaupun giginya
tidak rata
Wajahnya dipenuhi rona bahagia
Masih kuingat, kakak yang diantar
Ayah ke sekolah
Aku yang melambaikan tangan duduk
di tepi sungai, menunggu Ayah pulang
Masih kuingat dengan jelas, saat
pertama kali aku diajak ke pasar oleh Ibu
Aku merengek minta dibelikan
balon, sampai tidak mau pergi sebelum mendapatkannya
Masih kuingat dengan jelas, nasi
dan kerak yang kerapkali kita makan dengan sayur bunga pepaya
Terasa nikmat ketika aku, kakak
dan abang berebutan
Masih kuingat dengan jelas,
hidung kami hitam di pagi hari karena lampu berbahan minyak tanah
Kebulan asapnya tidak terhingga,
namun cukup untuk menerangi kami satu keluarga
Belum ada listrik, dan setiap
malam Ayah akan bercerita sebelum kami tidur
Membuat berbagai bentuk bayangan
dengan bias cahaya di dinding
Masih kuingat dengan jelas, aku
dan kakak yang suka menangkap capung
Bermain panas-panasan sampai
kulit kami gosong, setelahnya akan terlihat gigi-gigi putih kami saja
Masih kuingat dengan jelas, jika
dulu disana rumah kami kayu di seberang sungai
Menyimpan banyak kenangan yang
kini bertengger di ruang nostalgiaku setiap malam
Mengingatkan masa-masa kecil yang
begitu menyenangkan
Memberikan arti yang begitu
mendalam, mendera di dalam kalbu
Kini, hanya tinggal bayangan yang
masih kuingat dengan jelas
Setiap detiknya kenangan bersama
keluarga selalu kurindukan
Komentar
Posting Komentar