Seorang laki-laki mengendap-endap melewati geng yang paling ditakuti di kampung Rambutan. Geng Jangkrik terkenal bringas dan juga suka melakukan pemalakan. Laki-laki itu membawa satu bungkus gorengan lengkap dengan cabe rawitnya.
“Berhenti
kau Bob,” ucap salah seorang dari mereka. Penampilannya berantakan dengan tato
naga di lengan kirinya terpampang nyata. Lantas lelaki yang bernama Bobi itu menoleh sekilas dan
menggenggam erat gorengannya. Melanjutkan berjalan tanpa menghiraukan mereka.
“Berani dia sekarang bang,” ujar seorang berbadan paling kecil diantara mereka dan rambut jabriknya yang bewarna hijau. Begitu nyentrik. Dia mendekati Bobi dan menarik bajunya ke belakang. Menggeram marah karena tidak menghiraukan mereka.
“Apa
lagi salahku bang Marko?” tanya Bobi dengan muka memelas. Marko yang sedari
tadi duduk di kursi kebesarannya tertawa sinis dan mendekat ke arah Bobi.
Mengernyitkan mukanya lalu merampas gorengan yang di genggam Bobi. “Salahmu itu
kali ini tidak memberiku gorengan ini Bob, aku lapar.” Marko kembali duduk di
kursinya kemudian memakan gorengan itu bersama teman-temannya hingga habis.
Sedangkan Bobi tidak bisa berkutik apa-apa.
Bobi didorong dengan kasar, badannya terhuyung ke belakang.
Hari semakin sore, namun Bobi rasanya enggan untuk pulang setelah dirinya dipalak.
Lembayung jingga yang cantik dan kelelawar-kelelawar berkelana terbang ke barat. Disana
Bobi duduk sendirian, di sebuah batu besar di bawah pohon mangga bu Susi.
“Apa
yang kau risaukan Bob?” tanya Bu Susi yang menghampirinya. Bobi lantas berdiri
dan merasa canggung. “Gorengan yang aku beli telah ludes dimakan bang Marko
buk, padahal itu untuk adikku,” ujar Bobi kepada Bu Susi. Bu Susi akhirnya
memberikan Bobi dua bungkus nasi goreng, untuknya dan adiknya.
Ibu
Bobi sedang bekerja di kota, setiap sepekan ia mengirimkan uang untuk biaya
makannya dan sang adik. Namun, gara-gara gang jangrik selalu memalaknya, Bobi
kekurangan uang. Bobi sebenarnya merasa sakit hati ketika dipalak, namun ia
masih memendamnya hingga besok paginya sewaktu hari pemilihan ketua geng
Jangkrik. Marko adalah abang kelasnya sewaktu sekolah dasar, dahulu Marko
adalah anak yang baik, namun semuanya berubah ketika Ayah dan Ibu Marko
bercerai. Marko jadi anak yang urak-urakan.
***
Pagi-pagi sekali Bobi sudah bangun dari tidurnya.
“Mau
kemana abang pagi-pagi begini?” tanya Sandrina, adik Bobi yang berumur sepuluh
tahun. Ia sedang duduk di beranda teras sambil menguap.
“Abang mau pergi dulu, hari-hari selanjutnya uang kita tidak akan dipalak lagi,” ujar Bobi dan memakai jaketnya yang agak tebal, karena pagi itu benar-benar dingin.
Markas geng Jangkrik ada di sebuah rumah
kosong yang mereka cat ala-ala berandalan. Bobi mengintip dari salah satu celah
jendela, tampak Marko sedang pulas tertidur dan beberapa anak buahnya sudah ada
yang bangun. Bobi sudah mempersiapkan rencananya dengan matang.
“Bang
Marko, bangun kau bang!” Bobi berteriak cukup lantang hingga membuat Marko
terbangun dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Anak buah Marko
langsung menyeret Bobi kedepan Marko. Wajah Marko tampak geram, ia memelototkan
matanya dan mensejajarkan dirinya dengan Bobi. Bobi kali ini tampak begitu
santai, tidak ada ketakutan sama sekali.
“Bos,
bukankah sekarang pemilihan ketua geng Jangkrik?” tanya seorang dari mereka.
Lantas Marko menoleh ke arah mereka dan terdiam. “Bukankah kau adalah ketuanya
bang Marko?” Bobi bertanya kepada Marko, walaupun ia tahu sebenarnya belum ada
ketua untuk geng Jangkrik. Menurut desas desus kabar yang beredar, geng
Jangkrik dibentuk oleh Tama, sekaligus ia adalah ketuanya. Namun Tama sendiri satu
tahun ini memutuskan untuk keluar dari geng Jangkrik, namun Marko enggan untuk
bubar. Tama berpesan untuk mencari ketua yang baru, selain itu ia juga
mengingatkan Marko untuk tidak lagi melakukan pemalakan. Marko tetaplah Marko,
ia tidak mendengarkan Tama.
“Aku
harus mencari kandidat lain untuk menandingiku,” decak Marko.
“Maka
akulah tandinganmu,” desis Bobi yang mendapatkan tatapan heran dari semua
anggota geng Jangkrik.
Bobi
tidak mengada-ada, memang itulah rencananya, karena bagi Bobi untuk mengubah
sebuah sistem, maka ia harus masuk ke dalam sistem tersebut dan meninggalkan
budaya lama. Marko tertawa terpingkal-pingkal diikuti oleh seluruh anggota geng
Jangkrik, meremehkan Bobi.
“Kau
bukan lawanku, sekali tendang saja kau mungkin sudah remuk,” hardik Marko.
Namun setelah mengatakan hal tersebut, Bobilah yang tertawa terpingkal-pingkal.
Mirip seperti orang yang mendengar sebuah lelucon. Geng Jangkrik tampak heran
dengan Bobi, biasanya Bobi jika dipalak tidak pernah melakukan perlawanan.
Namun kesabaran Bobi kali ini sudah diambang batas.
“Mungkin
aku bisa kau tendang bang, namun jika melihat ini aku yakin kau pasti minta
ampun kepadaku,” desis Bobi tersenyum misterius. Semua orang yang ada di markas
tampak kebingungan dan bertanya-tanya. Begitu pula dengan Marko yang tampak
kebingungan dengan apa yang diucapkan Bobi. Pelan-pelan Bobi mengeluarkan
sesuatu yang berbulu dari dalam saku jaketnya. Ujung dari ekornya tampak meliuk-liuk
dan selanjutnya seekor tikus melompat ke arah Marko.
“Tolooooong!”
Marko yang berbadan besar dan tatoan tersebut menjerit ketakutan persis seperti
anak gadis. Semua anggota geng Jangkrik tampak malu dan baru mengetahui, jika
Marko sangat takut kepada tikus. Marko terus menjerit-jerit sampai tikus
tersebut pergi.
“Malu-maluin
kalau si Marko yang jadi ketua geng Jangkrik,” ujar salah seorang dari mereka
dan memiliki badan tinggi dan rambut yang di cat kemerahan. Semuanya mengangguk
dan tampak setuju. Sedangkan Marko mengucurkan keringat dingin saking takutnya
dengan tikus.
“Sialan!
Darimana kau tahu kalau aku takut pada tikus?” geram Marko dan maju menuju Bobi
lantas melayangkan sebuah bogem tinju yang mengenai pelipis Bobi. Bobi tampak
terhuyung, namun selanjutnya ia kembali tersenyum. “Inikah calon ketua kalian?
Orang yang takut dengan tikus?” Bobi mencoba memprovokasikan semua anggota geng
Jangkrik. Hal itu membuat Marko makin marah dan ingin kembali melayangkan
tinjunya kepada Bobi, namun ditahan oleh Bastian yang terkenal bijak diantara
geng Jangkrik. Bastian hanya mengamati dari arah sudut sambil menghisap
rokoknya.
“Kalau
begitu, bagaimana jika aku ketuanya?” Bastian melihat ke arah Marko yang
dibalas Marko dengan tatapan sengit. Inilah yang dinanti-nantikan oleh Bobi,
ketika Bastian sudah bersuara. Kalimat-kalimat Bastian terkenal seperti bisa yang melumpuhkan selama ini di dalam geng Jangkrik. Bobi kembali tertawa terpingkal-pingkal.
Permainan
semakin seru, pikirnya.
“Aku
juga setuju jika ketuanya Bastian, dia orang yang pintar dan sepertinya selama
ini dia tidak setuju dengan pemalakan,” sinis Bobi yang membuat Bastian
tersenyum tipis. Memang selama ini, jika Marko melakukan pemalakan, Bastian
tidak pernah hadir disana. Bastian hanya suka tawuran antar geng. Untuk
keperluan Bobi sendiri, jika Bastian yang jadi ketua geng Jangkrik, maka uang
yang dikirim Ibunya akan aman sentosa. Para anggota geng Jangkrik
berbisik-bisik kecil dan mengangguk-anggukkan kepala. Laki-laki berbadan pendek
bersuara, “Aku setuju jika ketua geng Jangkrik itu Bastian.” Anggota yang lain
juga menyetujui hal tersebut, Marko tidak bisa berbuat apa-apa. Ada rasa kesal
dihatinya, namun ia juga sudah berjanji kepada diri sendiri, jika siapapun yang
akan menjadi ketua geng Jangkrik, maka ia akan menerimanya.
Semenjak
Bastian menjadi ketua geng Jangkrik, tidak ada lagi kasus pemalakan di kampung
Rambutan. Geng Jangkrik yang dulu meresahkan warga sekarang malah rajin
membantu warga sekitar jika ada preman ataupun maling di pasar. Bobi sudah
diajak bergabung oleh Bastian untuk masuk ke dalam geng Jangkrik, namun Bobi
menolaknya karena bagi Bobi selama uang masih tersedia dan bisa memberi makan
adiknya itu sudah cukup.
***
Malam hari handphone
Bobi berbunyi, dan terdengarlah percakapan Bobi dengan seseorang diseberang
sana oleh Sandrina yang saat itu belum tidur.
“Atur semuanya, aku hanya akan menunggu hasil, geng Black Swan tidak boleh di ketahui oleh orang seluruh Kota, dan satu lagi, rahasiakan nama asliku,” gumam Bobi sembari tersenyum misterius dan mengakhiri percakapan tersebut.
Bersambung ...
Komentar
Posting Komentar