Langsung ke konten utama

Pra- anggapan Metafisik Dalam Sains Sering Kali Berakar Pada Pandangan-Dunia Religius



Disini saya akan mencoba merinci pokok pikiran yang mungkin sudah tertera pada judul dengan memakai referensi buku Mehdi Golshani yang berjudul "Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains"

n     Sains Tidaklah Bebas dari Praanggapan Metafisik

Sebelum melakukan eksperimen, biasanya para ilmuwan mempunyai pra-anggapan, dan Itu sangatlah penting. Ini juga ada sampai sekarang, bahkan dalam dunia pendidikan, sebelum melakukan penelitian, dan menentukan kesimpulan, kita sering membuat hipotesa terlebih dahulu.

Nah, apa yang dilakukan oleh Eksperimentalis bisa saja sama di seluruh dunia, bahkan gambaran mengenai fenomenologis dari fenomena bisa saja sama. Tetapi dalam penyusunan teori-teori universal, praanggapan-praanggapan filosofis itu ikut bermain.

Saya tertarik dengan pendapat Maududi yang juga tertuang dalam buku Mehdi Gholsani ; Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains, yang menyatakan bahwa:

“Dalam semua sains, terdapat dua aspek. Satu aspek terdiri dari realitas alam, yakni fakta. Aspek yang lain adalah pandangan manusia yang mengelompokkan fakta tersebut, menyusunnya menjadi teori dan konsep. Kedua aspek ini perlu dibedakan. Sejauh menyangkut fakta, sains adalah universal; sains adalah kumpulan fakta semata. Tetapi, mentalitas seorang Marxis akan mengorganisasi fakta ini menurut pandangan Marxis. Anda mungkin pernah mendengar istilah seperti sains Rusia atau filsafat Komunis. Komunisme memiliki pandangan khas tentang alam semesta dan manusia; ia juga memiliki teori sendiri tentang sejarah …. Dengan demikian, setiap anak di masyarakat komunis mempelajari sains yang dikembangkan menurut ideologi komunis. Demikian pula halnya dalam kasus para saintis Barat. Mereka memiliki konsep mereka sendiri yang khas tentang alam semesta, Tuhan, dan manusia …. Dari contoh-contoh ini, kita bisa melihat bahwa setiap ideology membentuk ilmu pengetahuan dan sains menurut pandangannya masing-masing. Manakalah kaum Muslim mempelajari berbagai cabang seni dan sains, mereka mengislamkannya dengan pengertian bahwa mereka merenungkannya dengan pikiran muslim ….”

 

Tentu saja. Seseorang yang percaya kepada Tuhan akan menafsirkan fakta-fakta yang ada dalam satu kerangka, sementara seorang ateis melihatnya dalam kerangka yang lain. Dengan perkataan lain, pandangan dunia seorang saintisis memberikan kepadanya dalam berteori dan memilih teori.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

NCTzen: Penggemar NCT di Indonesia

Dunia hiburan Korea telah menjadi fenomena global yang memikat jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu grup yang telah menarik perhatian banyak penggemar di Indonesia adalah NCT. Dikenal dengan konsep uniknya yang melibatkan banyak subunit dan anggota, NCT telah berhasil membangun basis penggemar yang kuat di Indonesia, yang dikenal dengan sebutan NCTzen. Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi fenomena NCTzen di Indonesia, menggali asal usulnya, dampaknya, dan apa yang membuatnya begitu istimewa. Asal Usul NCTzen di Indonesia NCTzen, istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggemar NCT, berasal dari kata "NCT" dan "citizen". Mereka bukan sekadar penggemar biasa, tetapi merasa memiliki keterikatan yang kuat dengan grup dan anggotanya. Di Indonesia, fenomena NCTzen mulai muncul sejak NCT mulai mendapatkan popularitas di tanah air. Awalnya, popularitas mereka terutama dibangun melalui media sosial dan platform streaming musik, di mana lagu-l...

Khaled Hosseini: Penyair Luka dan Harapan

Dalam lanskap sastra modern, terdapat nama yang mencuat dengan cerita-cerita yang membingkai kehidupan dan penderitaan di Afghanistan dengan penuh keindahan dan kekuatan emosional. Nama itu adalah Khaled Hosseini, seorang penulis yang melalui kata-katanya, menjelajahi luka dan harapan yang mengalir dalam aliran sejarah yang bergulir di Afghanistan. Hosseini lahir pada tahun 1965 di Kabul, Afghanistan, dan kemudian pindah ke Amerika Serikat pada usia belasan tahun. Pengalaman hidupnya yang melintasi dua benua memberikan fondasi yang kuat bagi narasi-narasi yang mencakup kehangatan dan kepedihan, pengorbanan dan kehilangan, cinta dan pengampunan. Salah satu karya paling ikoniknya, "The Kite Runner", mengeksplorasi hubungan kompleks antara dua sahabat, Amir dan Hassan, di tengah pergolakan politik dan sosial di Afghanistan. Dengan latar belakang yang kuat, Hosseini mempersembahkan kisah yang menggugah jiwa, mempertanyakan kesetiaan, dan mengeksplorasi implikasi dari pilihan yang...

Puisi "Aku" Karya Chairil Anwar - Salah Satu Puisi Paling Populer di Indonesia

Salah satu puisi paling populer di Indonesia adalah "Aku" karya Chairil Anwar. Puisi ini menjadi salah satu karya sastra yang sangat dihargai dan dihafal oleh banyak orang di Indonesia. Berikut adalah puisi "Aku" karya Chairil Anwar: Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Puisi "Aku" karya Chairil Anwar telah mendapatkan berbagai penghargaan dan pengakuan sebagai salah satu karya sastra terpenting di Indonesia. Namun, secara spesifik, puisi ini tidak memiliki penghargaan yang ditujukan langsung kepada dirinya sendiri, karena penghargaan sastra umumnya diberikan kepada penulis secara keseluruhan atas karyanya, bukan hanya satu karya tertentu. Meskipun begitu, "Aku" ...